
Perbedaan Ideologi Prof Abdul Mu’ti dan Nadiem Soal Pengajaran
Usai dilantik sebagai Menteri Pengajaran Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) pada Senin (21/10/2024), Prof Abdul Mu’ti akan menjadi dirigen metode pengajaran di Indonesia, lebih-lebih pada tahapan dasar dan menengah.
Ahli pengajaran dari Universitas Ibn Khaldun, Bogor, Dr Rahmatul Husni mengatakan, Sekretaris Awam PP Muhammadiyah tersebut memiliki latar belakang yang kuat sebagai aktivis di organisasi keislaman. Ideologi yang direpresentasikan Abdul Mu’ti ialah Islam Wasatiyyah sebuah pendekatan yang menekankan moderasi atau jalan tengah dalam Islam.
Berdasarkan Rahmatul Husni, Abdul Mu’ti telah lama dikenal sebagai tokoh yang cakap menjaga keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Islam Wasatiyyah yang diusungnya ialah ideologi yang mendukung integrasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan modern. “Beliau mengajarkan bahwa Islam dapat mengadopsi hal-hal baik dari perkembangan global tanpa kehilangan esensinya,” ujar Rahmatul.
Berdasarkan ini lebih-lebih tercermin dalam pandangan Abdul Mu’ti seputar pengajaran, di mana dia mendukung slot gacor 777 supaya siswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan agama yang kuat, namun juga keterampilan untuk berkompetisi di dunia modern.
Langkah ini dievaluasi sebagai jawaban kepada tantangan zaman yang semakin mengglobal. Berdasarkan Rahmatul, Abdul Mu’ti meyakini pengajaran patut mempersiapkan siswa untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan dinamika industri, namun tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang kuat. Ini ialah komponen dari upayanya untuk menciptakan generasi yang moderat, cerdas secara intelektual, namun juga beradab mulia.
Pengajaran membandingi dengan Nadiem Makarim, menteri pengajaran sebelumnya yang lebih banyak dikenal dengan pendekatan meritokrasi dan pragmatis. Nadiem memberi tahu konsep Merdeka Belajar, yang menekankan fleksibilitas dalam metode pengajaran dan fokus pada keterampilan praktis.
“Nadiem Makarim merepresentasikan ideologi meritokrasi yang berbasis pada keterampilan. Pengajaran menurutnya patut adaptif kepada kebutuhan industri dan dunia kerja,” tambah Rahmatul.
Tetapi kebijakan Merdeka Belajar, sekolah dan universitas dikasih kebebasan untuk merancang kurikulum yang relevan dengan kebutuhan siswa dan pasar daya kerja. , ideologi ini acap kali mendapatkan kritik karena dievaluasi terlalu fokus pada aspek pragmatis tanpa cukup melihat aspek spiritual dan moralitas dalam pengajaran.
“Pendekatan Nadiem mengutamakan kreativitas dan penemuan kreatif, namun sebagian kalangan merasa bahwa hal ini cenderung menyampingkan skor-skor tata krama dan spiritualitas, yang penting dalam pengajaran di Indonesia,” terang Rahmatul.
Dengan latar belakang dan pendekatan yang berbeda dari Nadiem, banyak kemauan diletakkan pada Abdul Mu’ti untuk memperkuat aspek spiritual dalam pengajaran, tanpa mengorbankan relevansi modernitas. Rahmatul Husni memberi rekomendasi sebagian langkah awal yang perlu diambil Abdul Mu’ti sesudah menjabat sebagai menteri pengajaran.

Potensi AI dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Di sedang perkembangan teknologi yang terus berkembang pesat, adopsi kecerdasan buatan (AI) di dalam pendidikan anak umur dini kini jadi topik yang tak sanggup diabaikan. Meski menjanjikan segudang potensi, senantiasa tersedia pertanyaan besar yang menggantung di udara: apakah kita benar-benar siap menghadapi tantangan yang muncul bersamaan bersama penerapan AI di dunia pendidikan?
Salah satu aspek yang sering dielu-elukan adalah kemampuan AI untuk sedia kan materi pembelajaran yang dikustomisasi sesuai bersama keperluan individual siswa. Namun, teknologi ini masih di dalam fase pengujian dan belum seluruhnya sempurna. Pengawasan dan evaluasi ketat tak sanggup dihindari untuk meyakinkan bahwa materi yang disediakan benar-benar sesuai dan tepat guna.
Permainan edukatif berbasis AI tentu terdengar benar-benar baik. Anak-anak sanggup bermain sambil belajar, namun jangan lupa, kita berbicara berkenaan anak-anak di umur yang paling kronis di dalam perkembangan mereka. Apakah kita benar-benar inginkan menukar waktu bermain fisik dan interaksi sosial mereka bersama layar penuh warna?
Menurut Edutopia, mutlak untuk mempertimbangkan kapan dan bagaimana teknologi digunakan, dan juga dampaknya pada pedagogi yang lebih tradisional. Teknologi tidak boleh menukar interaksi manusia yang membangun interaksi kronis di dalam lingkungan belajar, melainkan kudu digunakan secara terbatas dan untuk target spesifik yang sulit dicapai tanpa teknologi.
AI sebetulnya menjanjikan umpan balik real-time bagi para pendidik. Bayangkan, seorang guru sanggup segera jelas di mana letak ada problem siswa. Tapi sekali lagi, mari kita berhenti sejenak dan berpikir: apakah knowledge kuantitatif slot terbaru semata cukup? Seorang pendidik sejati tak cuma memandang angka-angka, namun terhitung jelas segi emosional dan sosial dari perkembangan siswa. Keseimbangan adalah kuncinya.
Pengenalan pemrograman melalui platform AI untuk anak-anak umur dini? Kedengarannya keren, kan? Tapi sebelum kita melangkah lebih jauh, mari pastikan bahwa kita tidak memaksa teknologi ini pada anak-anak sebelum mereka siap. Menghadapkan mereka pada kompleksitas teknologi benar-benar dini sanggup mengakibatkan kerusakan keseimbangan perkembangan kognitif mereka.
Mari kita tidak lupa bahwa di dalam semua diskusi ini, tersedia satu aspek yang tak boleh terlewat: privasi dan keamanan. Data siswa kudu dijaga bersama benar-benar hati-hati, dan teknologi yang kita pakai kudu senantiasa bersamaan bersama nilai-nilai yang inginkan kita tanamkan di dalam pendidikan mereka. Akhirnya, mari kita tegaskan satu hal: peran manusia—pendidik, guru, mentor—tak akan dulu tergantikan. AI mungkin sanggup jadi alat bantu yang luar biasa, namun tidak akan pernah, dan mestinya tidak pernah, menukar kehangatan dan kepedulian yang cuma sanggup diberikan oleh manusia.
Integrasi AI di dalam pendidikan anak umur dini sebetulnya mempunyai harapan besar. Namun, harapan itu kudu disertai bersama kehati-hatian. Dibutuhkan kolaborasi pada bermacam pihak—ahli pendidikan, pengembang teknologi, dan pembuat kebijakan—untuk meyakinkan bahwa kita tidak kehilangan arah di dalam perjalanan ini. Masa depan mungkin cerah, namun cuma jika kita melangkah bersama hati-hati dan bijaksana.

Pendidikan Indonesia Harus Fokus pada Nilai Pancasila
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Benny Susetyo, menilai proses pendidikan Indonesia saat ini lebih fokus terhadap orientasi pasar dan keuntungan ekonomi ketimbang membentuk sifat bangsa. Padahal seharusnya, menurut Benny, pendidikan mestinya tidak jadi komoditas, tetapi layanan untuk menciptakan manusia yang berkepribadian, berintegritas, dan punyai kesadaran social.
“Kapitalisme global udah membawa dampak pendidikan jadi barang mahal yang cuma mampu dibuka oleh kalangan mampu, menciptakan kesenjangan sosial yang tambah tajam,” ujar Benny di Universitas Negeri Malang menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas etika penyelenggaraan negara dan tantangan di dalam dunia pendidikan di Indonesia, layaknya dikutip, Sabtu (7/9/2024).
Benny menegaskan, pendidikan idealnya memanusiakan manusia. Sayangnya, saat ini berubah jadi sekadar produk pasar. Maka berasal dari itu, Benny menggarisbawahi, pentingnya Pancasila sebagai landasan slot jepang utama di dalam reformasi pendidikan.
“Pancasila harus diterapkan secara nyata di dalam kurikulum dan metode pengajaran untuk membentuk siswa yang tidak cuma kompeten di dalam keterampilan teknis tetapi juga punyai kesadaran sosial dan cinta tanah air,” wejangan Benny.
Benny sepakat, reformasi mendalam di dalam proses pendidikan, juga perubahan paradigma harus di awali berasal dari para pendidik. Harapannya, pendidikan mampu berperan sebagai teladan dan agen perubahan yang menanamkan nilai-nilai Pancasila di dalam proses pembelajaran. “Pendidikan harus dikembalikan sebagai pilar peradaban, yang tidak cuma mencetak tenaga kerja tetapi juga membentuk sifat bangsa,” minta Benny.
“Forum ini mampu jadi cara awal di dalam menyusun kiat untuk menangani tantangan yang dihadapi dunia pendidikan dan mengembalikan proses pendidikan ke jalan yang sesuai dengan cita-cita bangsa,” imbuhnya dia menandasi.
Sebagai informasi, tema utama diangkat di dalam forum ini adalah pengaruh kapitalisme global yang mereduksi pendidikan jadi alat ekonomi semata, bertentangan dengan visi luhur para pendiri bangsa.
Forum mendorong pendidikan di Indonesia mampu lagi jadi pilar untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945. Sebab saati ini, pendidikan diakui udah kehilangan arah dan tidak mencerminkan nilai-nilai yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara.
“Peran parlemen amat mutlak di dalam memperkuat interaksi tersebut. Oleh dikarenakan itu, saya amat bahagia menyaksikan keputusan untuk melembagakan kerja mirip antar parlemen.” Kedua, berkenaan kerja mirip ekonomi. Menurut Retno Marsudi hal ini jadi kerja mirip yang amat penting, dan Latvia adalah keliru satu mitra dagang terutama kita di kawasan Baltik.
“Mengenai perdagangan, kita punyai pandangan yang mirip berkenaan pentingnya menyelesaikan negosiasi sesegera mungkin.” “Saya meminta interaksi dan kerja mirip bisnis akan terus tumbuh, juga terhadap ekonomi hijau dan sektor pariwisata berkelanjutan.” President Director Hyundai Motors Indonesia Woojune Cha mengatakan, pihaknya tidak hanya berfokus terhadap penyediaan solusi mobilitas bagi masyarakat, namun juga berkomitmen untuk menambahkan efek positif yang lebih luas.
“Bersama bersama Universitas Indonesia, kami bersama bangga mempersembahkan Hyundai Jump School. Program ini dirancang untuk mendukung pengembangan potensi generasi muda Indonesia melalui area studi yang kolaboratif, dipandu oleh mentor-mentor profesional yang ahli di bidangnya,” memahami Woojune Cha, Selasa (3/9/2024).